RSS

Mafahim, Miqyas, Qanaat

Mafahim, Miqyas, Qanaat
Pengertian
Mafahim adalah bentuk jamak dari mafhum, diartikan sebagai persepsi atau konsep. Maqayis adalah jamak dari miqyas, yang artinya standar, kriteria, atau tolok ukur. Sedang qanaat adalah bentuk jamak dari qana`ah, yang bisa diartikan keyakinan  atau penerimaan, atau kepuasan. Pada dasarnya, mafahim, maqayis, dan qanaat adalah pemikiran-pemikiran (al-afkar). Namun ketiganya bukanlah pemikiran mendasar, yaitu aqidah, melainkan pemikiran-pemikiran cabang yang dibangun dari suatu aqidah. aqidah adalah mafhum asasi (konsep/persepsi dasar) yang akan mendasari semua mafhum (mafahim), miqyas asasi (standar/kriteria dasar) yang akan mendasari semua miqyas (maqayis), dan qanaat asasi (keyakinan/penerimaan dasar) yang akan mendasari semua qanaat. Dalam konteks perubahan individu, keadaan, atau masyarakat, yang dapat terjadi dengan mengubah aqidah masyarakat terlebih dulu, kemudian mengubah segala mafahim, maqayis, dan qanaat yang lahir dari aqidah tersebut.

Perbedaan
Mafahim
            Mafahim, adalah pemikiran yang telah dipahami maknanya dan dibenarkan oleh seseorang (Shalih, 1988:24-26; Al-Qashash, 1995:141; Athiyat, 1996:49). Jadi, sebuah pemikiran akan berubah menjadi mafahim bagi seseorang jika memenuhi dua syarat, yaitu : Pertama, orang tersebut telah memahami makna pemikiran (idrak madlul al-fikrah) dengan tepat. Kedua, orang tersebut telah membenarkan pemikiran itu (at-tashdiq bi al-fikrah) (Muqaddimah Ad-Dustur, 1963:5-6), contohnya : ada pemikiran bahwa mendirikan Khilafah adalah suatu kewajiban syar’i. Jika seseorang telah memahami apa yang dimaksud dengan Khilafah, telah memahami dalil-dalil yang mewajibkan keberadaannya, lalu dia membenarkannya, berarti pemikiran itu telah menjadi mafahim baginya

Maqayis
Maqayis adalah pemikiran yang digunakan sebagai kriteria/standar untuk menilai berbagai pemikiran dan realitas. Jika kita bicara mafahim, maka penekanannya adalah pada aspek pengaruh pemikiran terhadap perilaku. fungsinya sebagai standar atau kriteria untuk menilai, bukan pada fungsinya sebagai suatu faktor yang mempengaruhi perilaku. Misalkan, sudah diketahui, bahwa syara’ mengharamkan penguasa untuk memberikan jalan bagi orang kafir untuk mendominasi umat Islam (lihat QS An-Nisaa` : 141). Maka dengan kriteria ini seorang muslim akan bisa menilai, apakah penguasanya telah menyimpang dari Islam atau tidak.


Qana’at
            Qanaat adalah pemikiran yang telah dipahami dan dibenarkan oleh seseorang. Namun, qanaat lebih menekankan adanya unsur keyakinan atau penerimaan yang bulat terhadap suatu pemikiran. Qanaat adalah pemikiran yang telah diyakini secara mantap oleh seseorang. Jadi, qanaat, walaupun berupa pemikiran, namun mekanisme pembentukannya dari pemikiran, melibatkan pekerjaan hati, yaitu pembenaran (at-tashdiq), contohnya Jika seseorang sudah sering kali bermuamalah dengan Ahmad, bukan hanya sekali, lalu ia dapat merasakan dan membuktikan kejujurannya, maka akan terbitlah qanaat padanya, bahwa si Ahmad memang pedagang yang jujur

Implikasi
Nilai strategis pemahaman tiga konsep tersebut adalah untuk memberikan kesadaran yang lebih mendalam bagi pengemban dakwah mengenai proses-proses yang harus dilakukannya dalam perubahan masyarakat, khususnya yang menyangkut pemikiran. Dalam kitab Dukhul Al-Mujtama’ diuraikan bahwa tugas partai politik adalah mengemban pemikiran-pemikiran tertentu tentang kehidupan –terrepresentasikan dalam sekumpulan mafahim, maqayis, dan qanaat– untuk disampaikan kepada masyarakat (An-Nabhani, 2000:28). Jadi, semula pemikiran itu ada dalam internal partai, kemudian partai mengintrodusir dan menanamkankannya secara eksternal kepada masyarakat luas.
Di sinilah bisa dipahami peran strategis peran partai yang hendak mengubah masyarakat, yaitu menyampaikan pemikiran-pemikiran baru kepada masyarakat, lalu memproses pemikiran itu agar menjadi mafahim, maqayis, dan qanaat. Sejumlah proses harus dilakukan, agar pemikiran yang disampaikan tidak mandeg hanya menjadi informasi atau pengetahuan. Pemikiran itu haruslah diproses agar berubah menjadi mafahim, yang pada gilirannya akan mengubah perilaku masyarakat. Caranya, dengan memahamkan maknanya dan menjelaskan argumen-argumennya sehingga terwujud pembenaran (at-tashdiq). Pemikiran itu juga harus diproses agar menjadi maqayis, dengan cara mengajak masyarakat menjadikan pemikiran tersebut sebagai standar untuk menilai segala sesuatu. Dan pemikiran itu juga harus diproses agar menjadi qanaat, dengan cara menunjukkan dan membuktikan argumen-argumennya secara berulang-ulang dan terus-menerus kepada masyarakat, sehingga akhirnya masyarakat dapat menerimanya secara mantap dan yakin.


hukum makan tape

بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد؛

Alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh.
Tentang makan tape, hukumnya hendaknya dikaitkan kepada: "Apakah tape itu membikin mabuk ataukah tidak?", sebab Nabi mengaitkan haramnya suatu makanan atau minuman di antaranya ialah karena ia memabukkan. Beliau bersabda: "Kullu muskirin haraamun" (HR. Bukhari & Muslim). Artinya: setiap yg memabukkan itu haram.

Hadits ini diucapkan karena adanya pertanyaan tentang minuman yang dibuat dengan merendam kurma/gandum/kismis/dll dalam air hingga beberapa waktu, lalu diminum (yg dikenal dgn istilah 'nabidz'). Nabi pun mengizinkan untuk meminumnya dgn kaidah tadi, yakni selama ia tidak memabukkan. Beliau sendiri pernah diberi minum nabidz oleh para sahabat (muttafaq 'alaih), dan dalam hadits Ibnu Abbas disebutkan bahwa Nabi biasanya tidak mau minum nabidz yang berumur lebih dari 3 hari (HR. Thabrani dengan perawi-perawi yg tsiqah).

Jadi, kesimpulannya ialah selama tape tadi tidak sampai ke tingkat memabukkan (yakni belum terlalu lama hingga baunya sangat menyengat atau rasanya tajam sekali), maka tidak mengapa. Tapi jika sudah lama dan menunjukkan gejala-gejala yang mungkin memabukkan, ya jangan diminum.

Adapun durian dan buah-buahan semuanya halal, sebab adanya kadar alkohol bukanlah alasan satu-satunya untuk mengharamkannya. Kita harus melihat apakah makanan tersebut dinamakan khamr? dibuat untuk tujuan khamr? atau memiliki sifat-sifat khamr? kalau iya, ya haram. Tapi kalau tidak, ya tidak haram.
Wallaahu a'lam.

sumber: muslimdaily.com

Kisah Inspiratif sahabat Rosulullah Mush'ab bin 'Umayr( مصعب بن عمير)


Nama sebenaranya adalah Mush’ab bin ‘Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf al-‘Abdary al-Qursy. Digelari ‘Safir al-islam’(Duta Islam) dan ‘Mush’ab al-Khoir’(Mush’ab yang bijak), ‘al-Qori ‘(tukang baca). Beliau adalah diantara sahabat pemberani. Beliau wafat sebagai syahid pada tahun 3 Hijriah, berumur 40 tahun (atau lebih sedikit).Masa kecilnya bahagia karena dibesarkan di keluarga kaya. Ibunya bernama khonnas binti malik, pemilik harta yang melimpah di kota Mekkah. Ketika menginjak dewasa, beliau adalah pemuda yang gagah, berwibawa dan paling disegani di kalangan penduduk Mekkah.
Semenjak mengikrarkan diri ikut ajaran Islam, banyak sekali cobaan yang dideritannya. Ibunya sendiri ketika tahu dia masuk Islam langsung mengurung dan menahannya di rumah dengan dipagari penjaga. Tidak hanya itu, beliau tidak diberi makan dan minum. Perutnya melilit kesakitan! Cobaan ini dihadapinya dengan penuh kesabaran hingga akhirnya keluar dari rumah setelah memperdayai penjaganya. Setelah keluar dari rumahnya, beliau langsung ikut dalam barisan umat Islam berhijrah ke Habaysah (Ethopia).
Suatu hari ibunya menangis tersedu-sedu di depannya dengan harapan agar beliau merasa kasihan dan keluar dari ajaran Islam. Tapi dengan keyakinannya yang kuat, beliau menolak permintaan ibunya itu dengan baik. Mendengar jawaban anaknya, ibunya memutuskan untuk tidak memberi kebutuhan hidupnya lagi.
Beliau pun rela dengan keputusannya itu. Kini hidupnya tidak semewah dulu. Makan dan minumnya tidak teratur. Bahkan untuk pakiannya saja tidak diurus. Umat Islam sangat sedih melihat keadaan beliau yang sangat miskin dan tidak punya apa-apa. Pakian yang dipakai compang-camping dan makan seadanya. Rasulullah sangat memuji dengan keadaan Mush’ab seperti ini.
Dalam sejarah perkembangan Islam, beliau adalah duta pertama yang pernah dikirim Rasulullah ke Madinah bersama dua belas laki-laki yang baru  masuk Islam dari Yatsrib (sekarang Madinah) untuk ikut dalam pembaiatan ‘Aqobah pertama’. Tujuan pengutusan beliau, agar bisa mengajarkan kepada yang lain. Inilah sejarah ‘duta’(safir) atau Ambassador’ dalam Islam. Diantara orang-orang yang masuk Islam atas bimbinggannya adalah Usaid bin al-Khodir, Sa’ad bin Mu’adh; keduanya adalah pengetua kaumnya. Setelah enam bulan berada di Madinah beliau balik ke Mekkah bersama tujuh dua orang muslim. Beliau juga orang pertama yang sholat jum’ah. Selama berada di Madinah, beliau tidak pernah meninggalkan rumah kecuali dengan berzikir kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka, karena itulah umat Islam mengelari ‘Mush’ab al-Khoir’ (Mush’ab yang selalu berbuat baik). Selama hidup berjuang bersama Rasulullah, beliau pernah dikenalkan dengan Abu Ayyub al-Anshory.
Pada waktu terjadi perang Badr dan Uhud, beliaulah yang membawa bendera Rasul. Perang Uhud memberikan pengalaman yang berharga baginya. Ketika sedang berkecamuk perang, tanggan kanannya terkena pukulan Ibn Qomiah. Kemudian beliau potong tanggan kanannya karena tidak berfungsi lagi. Bendera Rasul diangkat dengan tangan kirinya. Tangan kirinya juga terkena pukulan Ibn Qomiah. Beliau juga potong tangan kirinya itu. Bendera Rasul itu kemudian diapit di dadanya. Beliau masih ingin berperang. Akhirnya Ibn Qomiah menusuk dadanya dengan tombak hingga akhirnya terjatuh dan mati sebagai syahid. Beliau mirip dengan Rasulullah, hingga Ibn Qomiah mengira telah membunuh Rasulullah. Kemudina dia berteriak memberi tahu bahwa Rasulullah terbunuh di tangannya. Setelah perang usai, umat Islam mendapati tubuhnya tertutupi kain pendek saja. Jika kepalanya ditutupi kain itu, kakinya kelihatan, begitu juga jika kakinya ditutupi kain itu, kepalanya terbuka. Rasulullah akhirnya perintahkan untuk menutupi kakinya dengan daun.
Menurut suatu pendapat bahwa firman Allah; “Diantara orang-orang mukmin ada orang-orang yang percaya terhadap apa yang mereka janjikan kepada Allah”(QS.al-Ahzab;23) diturunkan ketika wafatnya Mush’ab.
            Yang saya kagumi adalah pengorbanan Beliau untuk Dakwah Islam, tak kenal lelah dan tak pantang mundur walau cobaan banyak yang dating menerpa.