Bidan dan
rumah sakit enggan melayani pasien ini karena justru proses pencaian dananya
rumit.
Pemerintah
menggelotorkan dana sebesar Rp 1 triliyun untuk program Jaminan
Persalinan (Jampersal) di tahun 2011. Tahun depan pemerintah juga akan
menggelontorkan dana untuk kesehatan termasuk biaya persalinan sebesar Rp 1,5
triliyun. Kementerian kesehatan juga menaikan jasa layanan yang
sebelumnya Rp 420 ribu kini menjadi Rp 570 ribu per pasien. “Kita sengaja
menaikan tarif bidan agar mau melayani pasien jampersal. Selain itu, Kemenkes
lewat Dikes akan mempermudah persyaratan klaim setiap penanganan pasien
jampersal,” tambah Menkes dalam rapat kerja dengan komisi IX DPR RI, senin
(12/11) di Gedung DPR Senayan Jakarta
Program ini bertujuan mempercepat
pencapaian pembangunan kesehatan nasional secara Millenium Development Goals
(MDGs), serta dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) Dan Angka
Kematian Bayi (AKB) melalui jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan.
Namun, program yang mestinya untuk menjamin ibu hamil ini, dalam pelaksanaannya
berbeda dengan yang diprogramkan. Endang berdalih tidak maksimalnya program ini
karena kurangnya informasi ke masyarakat tentang produk tersebut.
SETENGAH HATI
Faktanya
salah satu pasien Jampersal yang diungkapkan oleh Arif Witanto Kordinator LSM Dewan
Kesehatan Masyarakat (DKR) mengatakan bahwa “Nur Islamiyah, seorang warga
miskin pengguna Jampersal warga Blitar ditolak petugas rumah sakit umum ngudi
waluyo, Blitar. Ngudi ditolak dengan alas an tidak ada dokter jaga. Pasien
dirujuk ke rumah sakit swasta Aminah, Blitar
dan syaratnya harus diubah dari pasien Jampersal menjadi pasien umum.
Bukan
hanya Nur, masih banyak lagi ibu-ibu hamil dengan kondisi keluarga terbelit
kemiskinan menjadi permainan Jampersal dan menimbulkan masalah baru. Banyak
ibu-ibu hamil mendapatkan pelayanan persalinan tidak manusiawi.
Banyak bidan
tidak mau menangani pasien Jampersal. Bukan masalah uang tak terlalu besar,
tapi masalah administratif yang rumit, belum lagi masalah resiko yang cukup
besar. Makanya banyak bidan yang merujuk pada rumah sakit lain atau mau
dilayani sebagai pesien umum.
Penangan
pasien miskin ini akhirnya menimbulkan banyak keterlambatan. Dampaknya bukan
pasien yang terlayani tetapi terlunta-lunta. Iffah Ainur Rochman Jubir Muslimah
Hizbut Tahrir Indonesia menilai Jampersal adalah kebijakan setengah hati
pemerintah dalam pelayanan publik. “Target penurunan Angka Kematian Ibu tak
lebih hanya lips service untuk mencapai target MDGs 2015, tanpa
benar-benar menghilangkan faktor-faktor penyebab tingginya AKI.”jelasnya. Iffah
mengingatkan bahwa hendaklah pemerintah
memberi pelayan persalinan yang layak dan bermatabat. Negara mampu melakukan
ini dengan menyediakan dana mencukupi jika menjadikan tanggungjawab sebagai
paradigma bukan menjadikan kesehatan sebagai jasa perdagangan oleh kapital.
0 komentar:
Posting Komentar